Dengan mengucapkan
puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan
hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan
Makalah yang
berjudul “Solucio Plasenta“ Shalawat dan salam tak lupa
penulis sampaikan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, keluarga
beserta sahabat-sahabat beliau hinggan akhir zaman.
Makalah ini kami susun untuk
memenuhi tugas yang telah diberikan oleh Kak Qhuldiyen.
Selain itu makalah ini kami buat dengan harapan mudah-mudahan nantinya akan
bermanfaat bagi pembaca sekalian dan dapat memperluas pengetahuan kita semua. Walaupun demikian, kami menyadari dalam
penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun sangatlah berguna untuk kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya,
makalah ini kami dedikasikan untuk menambah pengetahuan dari pembaca tentang Solucio Plasenta.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amin.
Bungku,
18 September 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul……………………………………………………………………………………………………1
Kata Pengantar…………………………………………………………………………………………………. 2
Daftar Isi…………………………………………………………………………………………………………….3
Bab I Pendahuluan
1. Latar
Belakang……………………………………………………………………………………….4
2. Tujuan…………………………………………………………………………………………………….4
Bab II Pembahasan
a. Pengertian……………………………………………………………………………………………...5
b. Etiologi……………………………………………………………………………………………………6
c. Gejala-Gejala.…………………………………………………………………………………..…….6
d. Terapi……………………………………………………………………………………………….…….7
e.
Patofisiologi……………………………………………………………………………………..…….9
f.
Pengobatan ……………………………………………………………………………………………10
g. Seksio Sesaria…………………………………………………………………………………………11
h. Partus Pervaginam…………………………………………………………………………………11
i.
Manifestasi
Klinis…………………………………………………………………………………..12
j.
Pemeriksaan
Penunjang ……………………………………..………………………………..12
Bab III Penutup
1. Kesimpulan………………………………………………………………………..…………………13
2. Saran……………………………………………..……….…………………………………………….13
Daftar Pustaka………………………………………………………………………………………………….14
BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Solusio plasenta atau disebut abruption placenta / ablasia placenta adalah
separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya di uterus (korpus uteri)
dalam masa kehamilan lebih dari 20 minggu dan sebelum janin lahir. Dalam
plasenta terdapat banyak pembuluh darah yang memungkinkan pengantaran zat
nutrisi dari ibu kejanin, jika plasenta ini terlepas dari implantasi normalnya
dalam masa kehamilan maka akan mengakibatkan perdarahan yang hebat.
Perdarahan pada solusio plasenta sebenarnya lebih berbahaya daripada
plasenta previa oleh karena pada kejadian tertentu perdarahan yang tampak
keluar melalui vagina hampir tidak ada / tidak sebanding dengan perdarahan yang
berlangsung internal yang sangat banyak pemandangan yang menipu inilah yang
sebenarnya yang membuat solusio plasenta lebih berbahaya karena dalam keadaan demikian
seringkali perkiraan jumlah, darah yang telah keluar sukar diperhitungkan,
padahal janin telah mati dan ibu berada dalam keadaan syok.
Penyebab solusio plasenta tidak diketahui dengan pasti, tetapi pada
kasus-kasus berat didapatkan korelasi dengan penyakit hipertensi vaskular
menahun, 15,5% disertai pula oleh pre eklampsia. Faktor lain diduga turut
berperan sebagai penyebab terjadinya solusio plasenta adalah tingginya tingkat
paritas dan makin bertambahnya usia ibu.
2. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui definisi solusio plasenta.
2. Untuk mengetahui etiologi dari solusio plasenta.
3. Untuk mengetahui patofisiologi dan solusio plasenta.
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
Solusio plasenta
ialah pelepasan placenta sebelum waktunya dari tempat implantasinya yang normal
pada uterus, sebelum janin dilahirkan. Definisi ini berlaku pada kehamilan
dengan masa gestasi diatas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram. Proses
solusito plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan dalam disidua basalis
yang menyebabkan hematoma retroplsenter.
Hematoma dapat
semakin membersar kearah pinggir plasenta sehingga jika amniok horion sampai
terlepas, perdarahan akan keluar melalui ostium uteri (perdarahan keluar),
sebaiknya apabila amniokhorion tidak terlepas. Perdarahan tertampung dalam
uterus (perdarahan tersembunyi).
Perdarahan keluar
|
Perdarahan
tersembunyi
|
1. Keadaan umum
penderita relatif lebih baik
|
1. Keadaan penderita
lebih jelak
|
2. Plasenta terlepas
sebagian atau inkomplit
|
2. Plasenta terlepas
luas, uterus keras/kejang
|
3. Jarang
berhubungan dengan hipertensi
|
3. Sering berkaitan
dengan hipertensi
|
4. Merupakan 80%
dari solusio placenta
|
4. Hanya merupakan
20% dari solusio plasenta
|
5. Sering disertai
toxaemia
|
|
6. Pelepasan
biasanya komplit
|
(Manuaba, 1999)
B. Etiologi
Sebab primer
solusio plasenta belum jelas tapi diduga bahwa penyebabnya adalah :
1.
Hipertensi assentiaus atau pre eklamsi, dekompresi uterus mendadak
2.
Tali pusat yang pendek, anomali atau tumor uterus defisiensi gizi
3.
Trauma, merokok, konsumsi alkohol, penyalahgunaan kokain
4.
Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior
5.
Uterus yang sangat mengecil (hydromnion gemeli) obstruksi vena kavo
inferior dan vena ovarika
Disamping itu juga
ada pengaruh terhadap :
1.
Umur lanjut
2.
Multiparitas
3.
Defisiensi ac. Folicum
Solusio plasenta
dimulai dengan perdarahan dalam acidua basalis, terjadilah hematoma dalam
acidua yang mengangkat lapisan-lapisan diatasnya. Hematoma ini makin lama makin
besar, sehingga bagian plasenta yang terlepas dan tak berfaal. Akhirnya
hematoma mencapai pinggir placenta dan mengalir keluar antara selaput janin dan
dinding rahim.
(Mansjoer, 2001)
C. Gejala-gejala
1.
Perdarahan yang disertai nyeri, juga diluar his
2.
Anemia dan shock : beratnya anemia dan shock sering tidak sesuai
dengan banyaknya darah yang keluar
3.
Rahim keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi rahim
bertambah dengan darah yang berkumpul di belakang plasenta hingga rahim
teregang (uterus en bois)
4.
Palpasi sukar karena rahim keras
5.
Fundus uteri makin lama makin naik
6.
Bunyi jantung biasanya tidak ada
7.
Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena isi
rahim bertambah)
8.
Sering ada proteinuria karena disertai toxemia
Diagnosis
didasarkan atas adanya perdarahan antepartum yang bersifat nyeri, uterus yang
tegang dan nyeri setelah plasenta lahir atas adanya impresi (cekungan) pada
permukaan maternal placenta akibat tekanan haematoma retroplacentair
Perdarahan
dan shock diobati dengan pengosongan rahim segera mungkin hingga dengan
kontraksi dan retraksi rahim. Perdarahan dapat terhenti. Persalinan dapat dipercepat dengan pemecahan ketuban dan
pemberian infus dengan oxytocin. Jadi pada solusio plasenta pemecahan ketuban
tidak dimaksudkan untuk hentikan perdarahan dengan segera seperti pada placenta
previa tapi untuk mempercepat persalinan dengan pemecahan ketuban regangan
dinding rahim berkurang dan kontraksi rahim menjadi lebih baik, disamping
tindakan tersebut transfusi sangat penting (Winkjosastro, 2005).
D. Terapi
Atasi syok
1.
Infus larutan NS/RL untuk restorasi cairan, berikan 500 ml dala 15
menit pertama dan 3 l dalam 2 jam pertama
2.
Berikan transfusi dengan darah segar untuk memperbaiki faktor
pembekuan akibat koagulatif
Tatalaksana
oliguria atau nekrosis tubuler akut
Tindakan
restorasi cairan, dapat memperbaiki hemodinamika dan mempertahankan eksresi
sistem urinaria, tetepai bila syok terjadi secara cepat dan telah berlangsung
lama (sebelum dirawat), umumnya akan terjadi gangguan fungsi ginjal yang
ditandai dengan oliguria (produkdi urin < 30 ml/jam) pada kondisi yang lebih
berat dapat terjadi anuria yang mengarah pada nekrosis tubulus renalis. Setelah
restorasi cairan dilakukan tindakan untuk mengatasi gangguan tersebut dengan :
a.
Furosemida 40 mg dalam 1 liter krostoloid dengan 40-60 tetes/menit
b.
Bila belum berhasil gunakan manital 500 ml dan 40 tetes/menit
Atasi
hipofibrigonemia
1.
Restorasi cairan/darah sesegera mungkin dapat menghindarkan terjadinya
koagulopati
2.
Lakukan uji beku darah (bedside coagulation test) untuk menilai fungsi
pembekuan darah (penilaian tidak langsung kadar ambang fibrinogen)). Carananya
sebagai berikut :
a.
Ambil darah vena 2 ml masukkan dalam tabung kemudian diobservasi
b.
Gangguan bagian tabung yang berisi darah
c.
Setelah 4 menit, miringkan tabung untuk melihat lapiran koagulasi
dipermukaan, lakukan hal yang sama tiap menit
d.
Bila bagian permukaan tidak membeku dalam waktu 7 menit, maka
diperkiran titer fibrinogen dianggap di bawah nilai normal (kritis)
e.
Bila terjadi pembekuan tipis yang mudah robek bila tabung dimiringkan, keadaan ini juga
menunjukan kadar fibrinogen di bawah ambang normal.
3.
Bila darah segera tidak dapat segera diberikan, berikan plasma beku
segar (15 ml/kg BB)
4.
Bila plasma beku segar tidak tersedia, berikan kriopresipatat
fibrinogen
5.
Pemberian fibrinogen, dapat memperberat terjadinya koagulasi desminato
intravaskuler yang berlanjut yang berlanjut dengan pengedapan fibrin,
pengendapan fibrin, pembendugan mikrosirkulasi di dalam, di dalam organ-organ
vital, seperti ginjal, glandula adrenalis hipofisis dan otak.
6.
Bila perdarahan masih berlangsung (koagulatif) dan trombosit di bawah
20.000 berikan konsetra trombosit.
Hypofibrinogenemia
: coagulopathi ialah kelainan pembekuan darah : dalam ilmu kebidanan paling
sering disebabkan oleh solusio plasenta, tapi juga dijumpai pada emboli air
ketuban, kematian janin dalam rahim dan perdarahan postpartum.
Kadar
fibrinogen pada wanita yang hamil biasanya antara 300-700 mg dalam 100 cc. bila
kadar fibrinogen dalam darah turun di bawah 100 mg per 100 cc terjadilah
gangguan pembekuan darah.
Terjadinya
hipofibrinogenemia :
Fase I : pada pembuluh darah terminal (arteriol,
kapiler, vena terjadi pembekuan darah disebut disseminated intravaskuler
clotting, akibatnya ialah bahwa peredaran darah kapiler (microcirculasi)
terganggu. Jadi pada fase I turunya kadar fibrinogen disebabkan karena
pemakaian zat tersebut. Maka fase I disebut juga coagulopatihi consumtif.
Diduga bahwa hematom retroplacentair mengeluarkan thtomboplastin yang
menyebabkan pembekuan intravaskuler tersebut.
Akibat gangguan mikrocirculasi terjadi kerusakan jaringan pada
alat-alat yang penting karena hipoxia, kerusakan ginjal menyebabkan
oliguri/anuri, akibat gangguan mocrocirculsi ialah shock
Fase II : fase regulasi reparatif ialah usaha badan untuk
membuka kembali perdarahan. Darah kapiler yang tersumbat. Usaha ini
dilaksanakan dengan fibrinolyse. Fibrinolyse yang berlebihan lebih lagi
menurunkan kadar fibrinogen hingga terjadi perdarahan patologis
Penentuan hypofibrinogenaemi
Penentuan fibrinogen secara laboratoris
memakan waktu yang lama maka untuk
keadaan akut baik dilakukan clot obsevation test. Beberapa CC darah
dimasukkan dalam tabung reagens. Darah yang normal membeku dalam 6-15 menit.
Jika darah membeku cair lagi dalam 1 jam maka ada aktivitas fibrinolyse (Winkjosastro,
2005).
E. Patofisiologi
Terjadinya solusio
placenta dipicu oleh perdarahan ke dalam disidua basalis, yang kemudian
terbelah dan meninggalkan lapisan tipis yang melekat pada meometrium sehingga
terbentuk hematoma disidual yang menyebabkan perlepasan, kompresi dan akhirnya
penghancuran placenta yang berdekatan dengan bagian tersebut.
Ruptur pembuluh
arteri spiralis disidua menyebabkan hematoma retroplacenta yang akan memutuskan
lebih banyak pembuluh darah, hingga pelepasan placenta makin luas dan mencapai
tepi plasenta, karena uterus tetap berdistensi dengan adanya janin, uterus
tidak mampu berkontraksi optimal untuk menekan pembuluh darah tersebut
selanjutnya darah yang mengalir keluar dapat melepaskan selaput ketuban
(Mansjoer, 2001).
F. Pengobatan
1.
Umum
a.
Pemberian darah yang cukup
b.
Pemberian O2
c.
Pemberian antibiotica
d.
Pada shock yang berat diberi kortikasteroid dalam dosis tinggi
2.
Khusus
a.
Teraphy hypoibrinogenemi
1)
Subtitusi dengan human fibrinogen 10 gram atau darah segar
2)
Menghentikan fibrinolyse dengan trasylol (proteinase inhibitor)
200.000 s IV selanjutnya kalau perlu 100.000 s/jam dalam infus
b.
Untuk merangsang diurese : mannit/mannitol
Deurese yang baik
lebih dari 30-40 cc/jam
3.
Obstetris
Pimpinan persalinan
pada solusio placenta bertujuan untuk mempercepat persalinan diharapkan dapat
terjadi dalam 3-6 jam.
Alasannya adalah :
a.
Bagian placenta yang terlepas meluas
b.
Perdarahan bertambah
c.
Hypofibrinogenaemi menjelma atau bertambah
Tujuan ini dicapai
dengan :
a.
Pemecahan ketuban : pada solusio placenta tidak bermaksud untuk
menghentikan perdarahan dengan segera tetapi untuk mengurangi regangan dinding
rahim dan dengan demikian mempercepat persalinan
b.
Pemberian infus pitocin ialah 5 c dalam 500 cc glucase 5%
c.
SC dilakukan :
1)
Kalau cerviks panjang dan tertutup
2)
Kalalu setelah pemecahan ketuban dan pemberian oxytocin dalam 2 jam
belum pecah juga ada his
3)
Hysterektomi dilakukan kalau ada atonia uteri yang berat yang tak
dapat diatasi dengan usaha-usaha yang lazim.
(Manuaba, 1999)
G. Seksio Sesaria
- Seksio sesaria
dilakukan apabila :
a.
Janin hidup dam pembekuan belum lengkap
b.
Janin hidup, gawat janin, tetapi persalinan pervaginam tidak dapat
dilaksanakan dengan segera
c.
Janin mati pervaginam dapat berlangsung dalam waktu yang singkat
- Persiapan
untuk sesaria cukup dilakukan penanggulangan awal (stabilisasi dan
tatalaksana komplikasi) dan segera lahirkan bayi karena operasi merupakan
satu-satunya cara efektif untuk menghentikan perdarahan.
- Hematoma
meometrium tidak mengganggu kontraksi uterus
- Observasi
ketat kemungkinan perdarahan ulang (koagulopatti)
(Manuaba, 1999)
H. Partus Pervaginam
1.
Partus pervaginam dilakukan apabila :
a.
Janin hidup, gawat janin, pembekuan lengkap, dan bagian terendah
didasari panggul
b.
Janin telah meninggal dan pembukaan serviks > 2 cm
2.
Pada kasus pertama, amniotomii (bila ketuban belum pecah), kemudian
percepat kala II dengan ekstraksi forceps (vakum)
3.
Untuk kasus kedua, lakukan amniotomi (bila ketuban belum pecah)
kemudian akselerasi dengan 5 unit oksitosin dla dekstore 5% atau RL, tetesan
diatur sesuai dengan kondisi kontraksi uterus.
4.
Setelah persalinan, gangguan pembekuan darah akan membaik dalam waktu
24 jam, kecuali bila jumlah trombosit sangat rendah (perbaikan batu terjadi
dalam 2-4 hari kemudian)
(Manuaba, 1999)
I.
Manifestasi Klinis
·
Anamnesis
Perdarahan biasanya
pada trimester ke III perdarahan pervaginam berwarna kehitam-hitaman yang
sedikit sekali tanpa rasa nyeri sampai dengan yang disertai nyeri perut, uterus
tegang, perdarahan pervaginam yang banyak, syok, dan kematian janin
intrauterin.
·
Pemeriksaan
fisik
Tanda vital dapat
normal sampai menunjukkan tanda syok
·
Pemeriksaan
obstetri
Nyeri tekanan
uterus dan tegang, bagian-bagian janin sukar dinilai, denyut jantung janin
sulit dinilai atau tidak ada air ketuban berwarna kemerahan karena bercampur
darah.
(Mansjoer, 2001)
J.
Pemeriksaan Penunjang
1.
Pemeriksaan laboratorium
a.
Hemoglobin
b.
Hematokrit
c.
Trombosit
d.
Waktu protrombin
e.
Waktu pembekuan
f.
Waktu tromboplastin
g.
Kadar fibrinogen
h.
Elektrolot plasma
2.
KTG untuk menilai kesejahteraan janin
3.
USG untuk menilai letak plasma, usia gestasi, dan keadaan janin.
(Mansjoer, 2001)
BAB III PENUTUP
1. KESIMPULAN
Solusio plasenta atau disebut abruption placenta / ablasia placenta adalah
separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya di uterus (korpus uteri)
dalam masa kehamilan lebih dari 20 minggu dan sebelum janin lahir. Dalam
plasenta terdapat banyak pembuluh darah yang memungkinkan pengantaran zat
nutrisi dari ibu kejanin, jika plasenta ini terlepas dari implantasi normalnya
dalam masa kehamilan maka akan mengakibatkan perdarahan yang hebat.
Perdarahan pada solusio plasenta sebenarnya lebih berbahaya daripada
plasenta previa oleh karena pada kejadian tertentu perdarahan yang tampak
keluar melalui vagina hampir tidak ada / tidak sebanding dengan perdarahan yang
berlangsung internal yang sangat banyak pemandangan yang menipu inilah yang
sebenarnya yang membuat solusio plasenta lebih berbahaya karena dalam keadaan
demikian seringkali perkiraan jumlah, darah yang telah keluar sukar
diperhitungkan, padahal janin telah mati dan ibu berada dalam keadaan syok.
Penyebab solusio plasenta tidak diketahui dengan pasti, tetapi pada
kasus-kasus berat didapatkan korelasi dengan penyakit hipertensi vaskular
menahun, 15,5% disertai pula oleh pre eklampsia. Faktor lain diduga turut
berperan sebagai penyebab terjadinya solusio plasenta adalah tingginya tingkat
paritas dan makin bertambahnya usia ibu.
2. Saran
- Diharapkan perawat
siswa mampu memahami dan mendalami dari solution plasenta.
- Siswa mampu
meminimalkan factor risiko dari solution plasenta demi mempertahankan dan
meningkatkan status derajat kesehatan ibu dan anak.
- Masyarakat
mampu dan mau mempelajari keadaan abnormal yang terjadi pada mereka
sehingga para tenaga kesehatan dapat memberikan tindakan secara dini dan
mampu mengurangi jumlah mortalitas pada ibu dan janin.
DAFTAR PUSTAKA
~Cunningham
FG, dkk,. 2001. Obstetrical haemorrhage. Wiliam obstetrics 21th edition. Lange USA:
Prentice Hall International Inc Appleton.
~Doengoes, Marilynn E,
dkk,. 2001. Rencana perawatan maternal/bayi. Edisi 2.
Jakarta: EGC.
http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/07/16/karakteristik-kasus-solusio-
plasenta-di-bagian-obstetri-dan-ginekologi-rsud-arifin-achmad-pekanbaru-
periode-1-januari-2002-31-desember-2006/. Diakses tanggal 23 september 2011
plasenta-di-bagian-obstetri-dan-ginekologi-rsud-arifin-achmad-pekanbaru-
periode-1-januari-2002-31-desember-2006/. Diakses tanggal 23 september 2011
0 komentar:
Posting Komentar